Minggu, 11 Desember 2016

SUDUT LAIN MEJA KOPI JESSICA


Sidang kopi sianida Jessica, untuk sebagian orang sidang Jessica mungkin adalah sebuah serial TV genre terbaru yang lebih menarik ketimbang sinetron ganteng ganteng sariawan yang ceritanya gitu gitu aja atau naga indosiar yang sekarang kayaknya udah punah. Apalagi ketika youtube yang dulunya menjadi alternatif hiburan berkualitas untuk masyarakat sekarang sudah terserang konten konten yang tidak lebih bermoral dari serial televisi, lihat saja salah dua pelaku youtube seperti Karin Novilda atau Reza Oktovian yang tidak sungkan memakai bahasa bahasa kasar dalam vlognya. 
Sidang ini memang fenomenal, menyita perhatian masyarakat dari seluruh kalangan di semua penjuru Indonesia atau bahkan, dunia. Ada baiknya kalo dipikir lagi mungkin kita harus berbangga hati karena serial tv persidangan Jessica mungkin sudah menyaingi serial tv beken Game of Thrones dari British atau DOTS dari Korea. Malah saya menyarankan anda menyisihkan uang jajan anda. Karena boleh jadi beberapa waktu lagi kopi sianida ini coming soon di bioskop kesayangan anda.dan tidak ada salahnya setelah itu anda merapat ke kedai kopi Olivier yang mungkin sudah buka cabang di setiap kota besar di Indonesia berbarengan dengan kesuksesan film kopi sianida. Sekali lagi sadar atau tidak.
Ah sudah lah, sidang kopi Jessica memang pelik dan pait seperti Vietnamese Iced Coffee yang dipesannya. Btw, saya bukan mahasiswa jurusan hukum yang paham hukum apalagi mahasiswa ilmu astrologi yang spesialisasinya membuat ramalan bintang, jadi sebaiknya jangan harap saya akan mengupas atau menebak nebak kelanjutan dan bagaimana nasib sidang Jessica. Berhubung kebetulan saya seorang mahasiswa kedokteran, membahas dari sisi keprofesian seorang dokter akan lebih cocok dengan keilmuan saya dibanding menebak nebak kelanjutan kasusnya, ya kan?
Sejak awal persidangan Jessica dimulai sampai sidang terakhir ini banyak sekali dokter yang hadir untuk menjadi saksi ahli. Namun, apakah dibenarkan sebuah profesi boleh memiliki sebuah kesimpulan yang berbeda-beda? Apakah itu lazim di dunia kedokteran? Apakah lazim dalam persidangan yang notabenenya menyangkut hidup mati seseorang? Akankah sebuah kesaksian Scientific dari mulut seorang dokter bisa dibeli oleh suap para pengaca atau jaksa? akankah era BPJS yang kacau balau atau UKT mahasiswa kedokteran masih tinggi membuat profesi dokter mudah di komersialisasi?
Berawal dari ketertarikan saya melihat seorang guru besar patologi forensik menjadi saksi yaitu Prof. Gatot S. Lawrence, Sp.PA seorang guru besar FK UNHAS pada persidangan yang lalu memberi pernyataan menarik dan refklektif. Beliau berkata bahwa seharusnya tidak sampai terjadi beda pendapat tajam antara ahli ( dokter spesialis forensic, toksikologi dan patologi anatomi ) yang satu dengan yang lain dalam pengungkapan kasus kematian Almarhumah Mirna. Pernyataan reflektif itu seharusnya ditangkap jelas oleh seluruh ahli yang sudah dan yang akan didengar di persidangan selanjutnya. Termasuk, tidak pantasnya ahli-ahli tersebut berdebat atau beropini selebihnya di media massa setelah selesai memberi keterangan karena masyarakat tidak semuanya memiliki kemampuan menyaring pendapat ahli-ahli tersebut secara baik. Mungkin perlu diingat kembali sesuai Pasal 1 angka 28 KUHAP bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Banyak perbedaan pendapat ahli dalam kasus ini, nampaknya membuat public bertanya tanya tentang keahlian seorang dokter yang bisa berbeda pendapat.
Lalu, apakah “warna warni” yang sebenarnya terjadi dari ahli-ahli yang memiliki keahlian khusus di kasus ini ?
Dalam kasus Almarhumah Mirna, di persidangan sudah menyatakan bahwa ditemukannya siandia sejumlah 7400 mg/l digelas Almarhumah Mirna adalah sebuah bukti objektif. Semua ahli sepakat kopi tersebut mengandung sianida ketika diperiksa pihak kepolisian dan menjadi barang bukti yang valid. Namun masih adanya kemungkinan yang belum bisa terbukti seperti kapan sianida dituangkan menjadi perdebatan lainnya. Dan apakah sianida dituangkan sebelum Almarhumah Mirna menenggak kopi atau sesudah Almarhumah Mirna menenngak kopi iced Vietnam miliknya?
Jika siandia benar digelas Almarhumah Mirna dituangkan sebeblum Almarhumah Mirna meminum kopi tersebut harusnya didapkan buktinya dalam tubuh Almarhumah Mirna. Hasil temuan inilah yang memicu perdebatan dan warna warni ahli dalam menentukan penyebab kematian Jessica, ada ahli yang berkata ini karena sianida ada juga yang berkata dengan sangat yakin ini bukan karena sianida. Semua keputusan saksi ahli tentunya sangat mempengaruhi hal yang terpenting yaitu kenapa sebab mirana meninggal sekaligus apa putusan hakim pada saudari Jessica.
Di awal persidangan beberapa dokter menyatakan keyakinannya almarhum mira tewas karena sianida ahli yaitu Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, SpF(K), SpKP. Guru Besar FKUI . Beliau menyatakan, tidak bisa menggelar otopsi menyeluruh karena tidak diperkenankan keluarga Almarhumah Mirna. Sehingga yang bisa dilakukan tim dokter forensik saat itu hanya memeriksa beberapa organ tubuh Almarhumah Mirna, yaitu lambung, hati, liver, empedu, dan urine. Di dalam lambung Almarhumah Mirna ditemukan korosi atau luka akibat zat asam dari sianida. Dalam lambung juga ditemukan 0,2 miligram sianida yang masih tersisa. Prof. Budi juga menemukan adanya pembengkakan dalam bibir Almarhumah Mirna. Ini diakibatkan adanya luka karena sianida. Racun itu masuk ke dalam lambung kemudian diserap oleh darah dan mengikat oksigen. Akibatnya otak kekurangan oksigen dan menyebabkan kejang-kejang. Kekurangan oksigen juga membuat jantungnya berhenti sehingga berdampak pada kematian.
Ahli Toksikologi Forensik dari Universitas Udayana Bali, I Made Gelgel memperkuat keterangan Budi. Gelgel meyakini lambung Almarhumah Mirna mengalami korosi karena racun sianida. “Sianida masuk ke dalam tubuh dan sangat cepat membuat dinding lambung rusak menyeluruh,” kata Gelgel, saat memberi kesaksian pada 25 Agustus 2016. Beliau berkata sesuai dengan keahliannya namun sayangnya pernyataan kedua ahli tersebut tanpa didasari Evidence Based Medicine yang berisi jurnal jurnal terbaru yang validitasnya bisa dipertanggungjawabkan.
Beberapa hari kemudian persidngan Jessica menghadirkan saksi ahli dari kubu Jessica yaitu engacara mendatangkan Beng Beng Ong dari Fakultas Kedokteran Queensland University dan Ahli toksikologi forensik dr. Djaja Surya Atmadja, DFM., S.H., SpF., Ph.D dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dua saksi ahli ini meragukan Almarhumah Mirna tewas akibat sianida. Dalam keterangannya, Ong mengatakan, jika Almarhumah Mirna tewas akibat siandia, seharusnya dalam lambungnya ditemukan bekas sianida yang tersisa. Namun hasil tes toksikologi 70 menit setelah Almarhumah Mirnah tewas, tak ada kandungan siandia dalam cairan lambung. Sianida juga tak ditemukan dalam empedu dan hati serta air seni. Pendapat senada disampaikan Djaja Surya. Selain itu, Djaja berpendapat, orang yang keracunan sianida juga memperlihatkan ciri-ciri khusus. Diantaranya adalah kulit berwarna kemerahan, bibir tidak berwarna biru, bau bitter almond, lambung berwarna merah dan membengkak. Keterangan dua ahli yang dibawa pengacara itu sebagai tanggapan atas keterangan saksi ahli yang didatangkan jaksa penuntut umum. Saksi ahli yang didatangkan jaksa meyakini Almarhumah Mirna tewas akibat sianida.
Ditambah kesaksian ahli Prof. Gatot S. Lawrence, Sp.PA sidang selanjutnya memperkuat Almarhumah Mirna meninggal bukan karena sianida karena pernyataan beliau soal sianida 0.2mg yang ditemuka didalam lambung manusia yang telah meninggal adalah sebuah reaksi post mortem yang fisiologis didasarkan pada sebuah Evidence Based Medicine berupa jurnal terindex scopus. Dengan gaya yang meldak ledak beliau mengaskan semua ilmunya dapat dipertanggung jawabkan dari jurnal jurnal yang terindex scopus.
Merujuk pada hal tersebut harusnya pernyataan beliau menyudahkan perdebatan perihal temuan sianida dalam tubuh Almarhumah Mirna karena pendapat dr Lawrence sejauh ini adalah pendapat yang paling kuat dan dapat dipertanggungjawabkan pernyataannya karena merujuk pada literasi yang baik.
Lalu pertanyaannya adalah, akankah akan mengubah penyebab meninggalnya Almarhumah Mirna?
Lalu apa yang membuat perbedaan pendapat dikalangan ahli? Semua ahli sepakat bahwa autopsy adalah cara terbaik mengetahui asal usul sebab terjadinya kematian. Namun semuanya berpulang pada keputusan keluarga korban. Dimana dalam kasus ini, keluarga korban hanya mengijinkan pengambilan sampel cairan dan organ gaster korban untuk autopsi. Tidak dilakukannya autopsy seluruh tubuh menjadi sisi ketidaksempurnaan dari scientific investigation yang sedang dilakukan oleh penyidik dalam kasus Almarhumah Mirna sehingga menimbulkan multi tafsir dr para ahli. Jika sample cairan lambung Almarhumah Mirna tidak sah secara hukum untuk dijadikan alat bukti, akankah Jessica menjadi terpidana?
Saya kira jawabannya hanya Allah dan hakim yang tau. Yang jelas hikmah untuk dunia kedokteran dari kejadian ini adalah sejalan dengan praktek scientific investigation yang menghangat dan proses persidangan yang marathon serta terekspose luas memberi babak baru pada kemajuan proses scientific investigation guna antisipasi kejahatan modern dipersidangan.
Sebagai penutup ijinkan saya mengutip amanat pasal 179 ayat 1 KUHAP : “Orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Semoga integritas adalah harga mati dan kelimuan tidak bisa digadaikan oleh materialitas karena tentunya keadilan jelas memberi akibat kepada Terdakwa maupun Korban.
Muhammad Fakhri
Kementerian Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta